Desember 17, 2009

Pengidap HIV Bukan Orang Terbuang

Pengidap HIV Bukan Orang Terbuang

Ketika seseorang mendengar bahwa Mr.X terkena HIV/AIDS, maka di dalam pikirannya terbesit kata seseorang yg telah mendapatkan kutukan dari Tuhan yang mana kutukan itu berupa penyakit yg mematikan dan belum ada sama sekali obat penawarnya. Sebenarnya pandangan negative(stigmatisasi) dari masyarakat terhadap ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) memang beralasan, mungkin salah satunya dilihat dari penularannya. Karena penyakit HIV/AIDS penularannya melalui hubungan intim dan berganti-ganti pasangan dan tanpa menggunakan alat pengaman atau kondom, selain itu menggunakan jarum suntik bekas orang yg terkena HIV/AIDS pun bisa menjadi alternative ampuh dalam penularan HIV/AIDS.
Penyakit ini sendiri muncul sebagai epidemic sekitar tahun 1980, yg mana penyakit ini cenderung dimiliki oleh para kaum homoseksualitas di Amerika. Awalnya HIV/AIDS diduga sebagai penyakit yg menyerang system pernapasan bagian atas karena sebagian besar penderitanya saat itu terserang batuk yg parah dan sulit bernapas. Selain itu penderita juga engalami penyakit kulit berupa ruam-ruam yg menyebar pada kulitnya.
Ternyata pada kurun waktu sepuluh tahun terdapat 115.786 kasus HIV/AIDS dalam data centers for diseases control (CDC) dan penyerangannya bukan saja pada kaum homoseksuallitas tetapi juga pada kaum heteroseksual dan anak-anak.
AIDS adalah singkatan dari Aquired Immune Deficiency Syndrome, penyakit ini disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Setelah virus ini masuk ke dalam tubuh manusia, akan menyerang pertahanan atau system kekebalan tubuh manusia sehingga daya tahan tubuh terhadap virus atau bakteri lainnya akan melemah.
Pada manusia system kekebalan tubuh atau imun terdapat pada sel darah putih. Imun berguna untuk menjaga, melawan dan menanggulangi infeksi yg menyerang tubuh agar tidak terserang penyakit.
Walaupun terjangkit virus HIV, bukan berarti orang tersebut terkena AIDS, karena AIDS merupakan tahap akhir dari proses terjangkitnya tubuh oleh virus HIV. Banyak orang yg terjangkit mereka tidak mengalami sakit hingga bertahun-tahun. Tapi virus HIV akan terus menginfeksi system imun orang tersebut sehingga bisa saja virus atau bakteri yg tadinya tidak berbahaya bisa menyebabkan kematian, yg mana semua itu diakibatkan tubuh kehilangan predator alami untuk membasmi penyakit, proses ini disebut dengan opportunistic infections.
Saat seorang permata kali dinyatakan bahwa, ia menderita HIV, bisa saja akan terjadi konflik dalam dirinya, antara perasaan tidak percaya dan menolak atau menerima kenyataan . Mereka cenderung putus asa. Dalam hal ini penderita HIV/AIDS harus melakukan sebuah proses penerimaan keadaan dirinya sendiri sehingga ia bisa beradaptasi dan mengetahui langkah-langkah positif yg tetap bisa ia lakukan untuk bertahan dalam keadaan sulit tersebut, dari pada hal yg hanya merugikan mereka. Dukungan moril dari keluarga tak luput harus selalu mereka dapatkan, karena dukungan itu sangat mengurangi beban mereka.
Meskipun demikian para penderita HIV/AIDS cenderung dianggap sebagai orang yg terbuang. Terkadang mereka diperlakukan tidak adil oleh orang-orang terdekatnya. Penderita HIV/AIDS adalah bagian dari kehidupan yg terus berjalan dab perlu diisi dengan kegiatan yg positif dan bermanfaat, bukan untuk dikucilkan. Mereka masih punya kehidupan sebagai mana layaknya orang yg tidak sakit, salah satunya mereka bisa menjadi anngota kegiatan social khususnya dalam program gerakan cegah HIV/AIDS.

Ditulis kembali dari artikel Warteg Harian Surya
Oleh Wahyu Natanael
Karyawan PT. Bank Bukopin, tbk
Selasa, 1 Desember 2009.

Oktober 17, 2009

Gambar / Foto Produk (Madu, Jintan Hitam/habbatussauda, Minyak Zaitun




    PRODUK BARU KAMI :  
    Susut Lemak - Pelangsing Tubuh Alami



      Jintan Hitam, Habbatussauda, Herbal Murah, Produsen Herbal

      aslimadujinten.blogspot.com






      Herba SEHATI
      Taman Tasikmadu Indah
      Kav. 29, RT.04/RW.02, Kelurahan Tasikmadu
      Lowokwaru, Kota Malang
      Bapak Herman 08125244096/0341-7699654     
      atau Ibu Intan 0341-9061010
      Facebook : hermandiri sehati/Intan Sadikin


      Oktober 16, 2009

      Cara Meruqyah



      Secara umum ruqyah terbagi menjadi dua, ruqyah sesuai dengan nilai-nilai syariah / ruqyah sya’iyyah dan ruqyah yang tidak sesuai dengan nilai-nilai syariah / ruqyah sirkiyyah.

      Pengobatan dengan ruqyah Nabawi yang riwayatnya shahih merupakan obat yang sangat bermanfaat. Dan juga suatu do’a yang dipanjatkan. Apabila do’a tersebut terhindar dari penghalang-penghalang terkabulnya do’a itu, maka ia merupakan sebab yang sangat bermanfaat dalam menolak hal-hal yang tidak disenangi dan tercapainya hal-hal yang diinginkan. Yang demikian itu termasuk salah satu obat yang sangat bermanfat, khususya yang dilakukan berkali-kali. Dan do’a pun berfungsi sebagai panangkal bala’ (musibah), mencegah dan menyembuhkannya,menghalangi turunnya, atau meringankannya jika ternyata sudah sempat turun.
      “Tidak ada yang dapat mencegah qadha’ (takdir) kecuali do’a, dan tidak ada yang dapat memberi tambahan pada umur kecuali kebajikan”.

      Tetapi disini terdapat satu hal yang harus dimengerti dengan cermat, yaitu bahwa ayat-ayat, dzikir-dzikr, do’a-do’a, dan beberapa ta-‘awwudz (permohonan perlindungan kepada Allah) yang dipergunakan untuk mengobati atau untuk ruqyah pada hakikatnya pada semua ayat, dzikir-dzikir, do’a-do’a dan ta’awwudz itu sendiri memberi manfaat yang besar dan juga dapat menyembuhkan. namun, ia memerlukan penerimaan (dari orang yang sakit) dan kekuatan orang yang mengobati dan pengaruhnya. Jika suatu penyembuhan itu gagal, maka yang demikian itu disebabkan oleh lemahnya pengaruh pelaku, atau karena tidak adanya penerimaan oleh pihak yang diobati, atau adanya rintangan yang kuat di dalamnya yang menghalangi reaksi obat.

      Pengobatan dengan ruqyah ini dapat dicapai dengan adanya dua aspek, yaitu dari pihak pasien (orang yang sakit) dan dari pihak orang yang mengobati. Yang berasal dari pihak pasien adalah berupa kekuatan dirinya dan kesungguhan bergantung kepada Allah, serta keyakinannya yang pasti bahwa Al-Qur’an itu memang penyembuh sekaligus rahmat bagi orang-orang yang beriman dan ta’awwudz yang benar yang sesuai antara hati dan lisan, maka yang demikian itu merupakan suatu bentuk perlawanan. Dan seseorang yang melakukan perlawanan tidak akan memperoleh kemenangan dari musuh kecuali dengan dua hal, yaitu:

      Pertama, keadaan senjata yang dipergunakan haruslah benar, bagus dan kedua tangan yang menggunakannya pun harus kuat. Jika salah satu dari keduanya hilang, maka senjata itu tidak banyak berarti, apalagi jika kedua hal diatas tidak ada, yaitu hatinya kosong dari tauhid, tawakkal, takwa, tawajjuh (menghadap, bergantung sepenuhnya kepada Allah), dan tidak memilki senjata.

      Kedua, dari pihak yang mengobati dengan Al Qur’an dan As Sunnah juga harus memenuhi kedua hal diatas. Oleh karena itu Ibnut Tiin berkata: “Ruqyah dengan menggunakan beberapa kalimat ta’awwudz dan juga yang lainnya dari Nama-Nama Allah adalah pengobatan rohani. Jika dilakukan oleh lisan orang-orang yang baik, maka dengan izin Allah kesembuhan tersebut akan terwujud.
      Para ulama sepakat membolehkan ruqyah dengan tiga syarat, yaitu:
      1. Ruqyah itu dengan menggunakan firman Allah, atau Asma’ dan Sifat-Nya, atau sabda Rasulullah.
      2. Ruqyah itu boleh diucapkan dalam bahasa Arab atau bahasa latin yang difahami maknanya.
      3. Harus diyakini bahwa bukanlah dzat ruqyah itu sendiri yang memberikan pengaruh, tetapi yang memberi pengaruh itu adalah kekuasaan Allah, sedangkan ruqyah hanya merupakan salah satu sebab saja.


      Adapun ruqyah syar’iyyah harus memenuhi beberapa syarat diantaranya adalah:
      1. Orang yang melakukan pengobatan / terapi (muaij) harus memiliki kebersihan aqidah, aqhlak yang terpuji dan istiqomah dalam sunnah/ibadah.
      2. Bacaan ruqyah berupa ayat-ayat al-Quran dan doa atau wirid dari rasulullah SAW yang shahih.
      3. Doa yang dibacakan jelas pengucapannya dan diketahui maknanya.
      4. Berkeyakinan bahwa ruqyah tidak berpengaruh dengan sendirinya, tetapi dengan Taqdir Allah SWT
      5. Tidak isti’anah (minta tolong) kepada jin atau yang lainnya selain Allah
      6. Tidak menggunakan benda-benda yang menimbulkan syubhat/keragu-raguan dan syirik misal: keris, akik, gantungan-gantungan dipintu, jimat-jimat dll
      7. Cara pengobatannya harus sesuai dengan nilai-nilai syariah, menutup aurat, khususnya penanganan pasien lawan jenis harus ada mahramnya
      Sehingga ruqyah yang tidak memiliki syarat sebagaimana kriteria diatas dapat dikatakan ruqyah syirkiyyah . Beberapa contoh ruqyah dan pengobatan yang tidak sesuai dengan syariah diantaranya:
      1. Meminta bantuan pada jin, bersumpah kepada jin dan memenuhi permintaan / syarat dari jin yang mengganggu
      2. Ruqyah yang dibacakan oleh tukang sihir
      3. Bersandar hanya pada ruqyah, bukan pada Allah
      4. Mencampuradukkan ayat-ayat al-Qur’an dengan bacaan yang lain yang tidak diketahui artinya
      5. Ruqyah yang menggunakan sesajen
      6. Ruqyah dengan menggunakan alat yang dapat mengarah pada syirik dan bid’ah
      7. Memenjarakan jin dan menyiksanya

      Ruqyah yang utama adalah dengan melakukan penjagaan terhadap diri sendiri dari berbagai macam gangguan jin dan sihir. Hal ini lebih utama dari meminta ruqyah kepada orang lainnya sebagaimana Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa pernah berkata: “ Sesungguhnya Tauhid yang lurus dan benar yang dimiliki seorang muslim adalah senjata untuk mengusir syaithan

      Oleh karena itu bagi orang yang beriman harus senantiasa meruqyah dirinya sendiri/ ruqyah dzatiah dalam kesehariannya dengan berbagai cara diantaranya:
      1. Memperbanyak dzikir dan doa yang ma’tsur dari Rasulullah SAW, khususnya setiap pagi dan sore setelah sholat shubuh dan ashar/sholat wajib
      2. Membaca Al-Qur’an rutin setiap hari
      3. Meningkatkan ibadah dan pendekatan diri pada Allah SWT
      4. Menjauhi tempat-tempat masksiat
      5. Mengikuti mejelis ilmu/taklim dan duduk bersama orang-orang sholeh.
      Di kutip oleh : Herman Ali Sadikin, S.T.
      *) Sumber:
      1. Doa dan Penyembuhan dengan Al-Quran dan As-Sunnah, Syaikh Said Al Qahthani, Al-Qawam, 2003
      2. Ruqyah Mengobati Guna-guna dan Sihir, Yazid bin Abd Qadir Jawas, Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2005
      3. Bayan Dewan Syariah Pusat PKS tentang Ruqyah nomor: 05/B/K/DSP-PKS/XII/1426




      Hubungi Herba SEHATI

      PENTINGNYA PENYEMBUHAN DENGAN AL QUR-AN & AS SUNNAH

      Tidak diragukan lagi bahwa penyembuhan dengan Al Qur-an dan dengan apa yang ditegaskan dari Nabi SAW berupa ruqyah, merupakan penyembuhan yang bermanfaat sekaligus penawar yang sempurna. Ruqyah jamaknya adalah ruqaa, yaitu bacaan-bacaan untuk pengobatan yang syar’i (yaitu berdasarkan pada riwayat yang shahih,atau sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati oleh para ulama)
      Allah SWT berfirman : “Katakanlah: Al Qur-an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Fushshilat: 44) Dalam surat yang lainnya “Dan Kami turunkan dari Al Qur-an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Israa’: 82)
      Pengertian “dari Al Qur-an” , pada ayat di atas adalah Al Qur-an itu sendiri. Karena Al Qur-an secara keseluruhan adalah penyembuh, sebagaimana yang telah disebutkan dalam ayat di atas. Allah SWT berfirman :“Hai sekalian manusia, sesungguhnya telah datang kepada kalian pelajaran dari Rabb kalian, dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus: 57)
      Dengan demikian Al Qur-an merupakan penyembuh yang sempurna diantara seluruh obat hati dan juga obat fisik, sekaligus sebagai obat bagi seluruh penyakit dunia dan akhirat. Tidak setiap orang mampu dan mempunyai kemampuan untuk melakukan penyembuhan dengan Al Qur-an. Jika pengobatan dan penyembuhan itu dilakukan secara baik terhadap penyakit dengan didasari kepercayaan da keimanan, penerimaan yang penuh, keyakinan yang pasti, pemenuhan syarat-syaratnya, maka tidak ada satu penyakit pun yang mampu melawannya untuk selamanya. Bagaimana mungkin penyakit-penyakit itu akan menentang dan melawan firman-firman Rabb bumi dan langit yang jika (firman-firman itu) turun ke gunung, maka ia akan memporak-porandakan gunung-gunung tersebut, atau jika turun ke bumi, niscaya ia akan membelahnya.
      Oleh karena itu, tidak ada satu penyekit hati dan juga penyakit fisik pun melainkan di dalam Al Qur-an terdapat jalan penyembuhannya, penyebabnya serta pencegahan terhadapnya bagi orang yang dikaruniai pemahaman oleh Allah terhadap kitab-Nya. Dan Allah menyebutkan di dalam Al Qur’an beberapa penyakit hati dan fisik, juga disertai penyebutan penyembuhan hati dan juga fisik.
      Al-‘Allamah Ibnul Qayyim mengemukakan: “Barang siapa yang tidak dapat disembuhkan oleh Al-Qur’an, berarti Allah tidak memberikan kesembuhan kepadanya. Dan barang siapa yang tidak dicukupkan oleh Al Qur’an, maka Allah tidak memberikan kecukupan kepadanya”.
      Jika seorang hamba melakukan penyembuhan dengan Al-Qur’an secara baik dan benar, niscaya dia akan melihat pengaruh yang sangat menakjubkan dan dalam penyembuhan yang cepat. Imam Ibnul Qayyim berkata: “Pada suatu ketika aku pernah jatuh sakit, tetapi aku tidak menemukan seorang dokter atau obat penyembuh. Lalu aku berusaha mengobati dan menyembuhkan diriku dengan surat Al-Faatihah, maka aku melihat pengaruh yang sangat menakjubkan. Aku ambil segelas air zam-zam dan membacakan padanya surat Al-Faatihah berkali-kali, lalu aku meminumnya hingga aku mendapatkan kesembuhan total. Selanjutnya aku bersandar dengan cara tersebut dalam mengobati berbagai penyakit dan aku merasakan manfaat yang sangat besar. Kemudian aku beritahukan kepada orang banyak yang mengeluhkan suatu penyakit dan banyak dari mereka yang sembuh dengan cepat”.

      Hukum Ruqyah
      Para ulama berpendapat bahwa pada dasarnya ruqyah secara umum dilarang, kecuali Ruqyah Syariah. Rasulullah SAW bersabda: “ Sesungguhnya ruqyah (mantera/jampi-jampi), tamimah (jimat) dan tiwalah (pellet/bundelan) adalah kemusrikan ” (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Al-Hakim).
      Rasulullah SAW bersabda: “ Barang siapa menggantungkan sesuatu, maka dirinya akan diserahkan/diwakilkan kepadanya” (HR Ahmad, Tirmidzi, Abu Dawud dan Al-Hakim).
      Dari Imran, Rasulullah SAW bersabda: “ Akan masuk surga ummatku 70 ribu orang dengan tanpa hisab “. Sahabat bertanya, “ Siapa mereka wahai Rasulullah ? ” Rasulullah SAW bersabda :” Mereka adalah orang yang tidak berobat dengan kay (besi panas), tidak meminta diruqyah dan mereka bertawakal pada Allah ” (HR. Bukhari dan Muslim)
      Para ulama banyak mebicarakan tentang hadis tersebut. Ulama sepakat bahwa Ruqyah secara umum dilarang, kecuali tidak ada unsur syiriknya. Mereka juga sepakat membolehkannya ruqyah syar’iyah, yaitu membacakan Qur’an dan doa-doa ma’tsur lainnya untuk penjagaan dan penyembuhan penyakit.
      Dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi syarh kitab Sunan at-Tirmidzi, integrasi dari hukum ruqyah adalah bahwa jika ruqyah dengan tidak menggunakan Asma Allah, Sifat-sifatNya, FirmanNya dalam kitab suci, atau tidak menggunakan bahasa Arab dan meyakini dengan hal seperti tersebut bisa bermanfaat (ruqyah syirkiyah), maka tidak diragukan lagi itu bagian dari bersandar pada ruqyah. Oleh karena itu dilarang. Dalam kontek ini Rasulullah bersabda: “ Tidaklah bertawakal orang yang minta di ruqyah “ (HR Tirmidzi)
      Adapun selain itu, seperti berlindung dengan Al-Qur’an, Asma’ Allah SWT dan ruqyah yang diriwayatkan dalam hadis, maka itu tidak dilarang. Dalam kontek ini Rasulullah bersabda kepada orang yang meruqyah dedngan Al-Qur’an dan mengambil upah: “ Orang mengambil ruqyah dengan batil, sedang saya mengambil ruqyah dengan benar “ (HR. Tirmidzi)
      Di kutip oleh : Herman Ali Sadikin, S.T.
      *) Sumber:
      1. Doa dan Penyembuhan dengan Al-Quran dan As-Sunnah, Syaikh Said Al Qahthani, Al-Qawam, 2003
      2. Ruqyah Mengobati Guna-guna dan Sihir, Yazid bin Abd Qadir Jawas, Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2005
      3. Bayan Dewan Syariah Pusat PKS tentang Ruqyah nomor: 05/B/K/DSP-PKS/XII/1426